BAB I
PENDAHULUAN
1.1 PERBANKAN SYARIAH SECARA UMUM
1.1.1 Sejarah Perbankan Syariah di Indonesia
Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia dalam Mahmudah (2006) menetapkan tujuan pelaporan keuangan bank Islam sebagai berikut:
1. Pengambilan keputusan investasi dan pembiayaan. Pihak-pihak yang berkepentingan adalah shahibul maal/ pemilik dana, kreditur, pembayaran zakat, infaq dan shodaqah, pemegang saham, otoritas pengawas, bank Indonesia, pemerintah, lembaga penjamin simpanan masyarakat dan masyarakat.
2. Menilai prospek arus kas. Bagi investor/pemilik dana, arus kas digunakan untuk memprediksi harapan bagi hasil, sedangkan kreditur menggunakan arus kas untuk memprediksi kemampuan bank untuk membayar pinjaman.
3. Informasi atas sumber daya insani.
4. Informasi kepatuhan bank terhadap prinsip syariah.
5. Informasi untuk membantu pihak terkait dalam menentukan zakat bank atau pihak lainnya.
6. Informasi untuk membantu mengevaluasi pemenuhan bank terhadap tanggungjawab amanah dalam mengamankan dana.
7. Informasi mengenai pemenuhan fungsi sosial bank, termasuk pengelolaan dan penyaluran zakat.
Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari suatu proses akuntansi. Agar informasi keuangan yang disajikan bermanfaat bagi para pemakai, maka proses penyajiannya harus berdasarkan pada standar akuntansi yang berlaku.
Dalam perumusan standar akuntansi, diperlukan acuan teoritikal yang dapat diterima umum, sehingga standar akuntansi yang diterapkan dapat digunakan untuk mengevaluasi praktik akuntansi yang berlangsung. Acuan teoritikal ini disebut kerangka konseptual penyusunan lapporan keuangan.
1.1.2 Aktivitas Bisnis Perbankan Syariah
Bisnis merupakan bidang kegiatan yang dilakukan manusia untuk
memperoleh laba guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Karena dengan adanya laba, kegiatan bisnis dapat bertahan dan berkembang. Hal ini mendorong para pelaku bisnis untuk memaksimalkan perolehan laba. Upaya memaksimalkan laba macam ini berpeluang memunculkan perilaku-perilaku bisnis yang tidak terpuji dan menimbulkan krisis moral yang dapat merugikan banyak pihak.
Bisnis secara syariah tidak hanya berkaitan dengan larangan bisnis yang berhubungan dengan, seperti masalah alkohol, pornografi, perjudian, dan aktivitas lain yang menurut pandangan Islam seperti tidak bermoral dan antisosial. Akan tetapi bisnis secara syariah ditujukan untuk memberikan sumbangan positif terhadap pencapaian tujuan sosio-ekonomi masyarakat yang lebih baik. Bisnis secara syariah dijalankan untuk menciptakan iklim bisnis yang baik dan lepas dari praktik kecurangan. Bisnis secara syariah adalah bisnis yang syarat dan berorientasi pada nilai (Muhamad, 2002). Islam pada dasarnya merupakan kode etika dan moral dari perilaku manusia. Hal ini dianggap dengan hadits yang dinarasikan dari Abu Hurairah, yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad hanya mengirimkan untuk tujuan kesempurnaan moral manusia yang baik. Naqvi (1981) dalam Yaya dan Hameed (2004) menilai bahwa kode moral dan etika Islam pada perilaku akan mampu menembus kehidupan manusia.
Keadilan (adala) dan kebaikan (ihsan) (Al Qur’an Surat Al Maidah: ayat 8) oleh Siddiqi dalam Yaya dan Hameed (2004), dianggap sebagai nilai moral utama dalam aktivitas ekonomi yang diturunkan dari Al-Q ur’an.
Siddiqi dalam Yaya dan Hameed (2004), berpendapat bahwa kedua nilai
tersebut merupakan nilai dasar yang memandu hampir setiap aktivitas hidup muslim, bahkan bisnis Islam seharusnya juga dikarakteristikan dengan keadilan dan kebaikan.
1. Adala (keadilan)
Allah SWT memerintahkan umatnya untuk bersikap adil dalam segala kondisi dan seluruh aspek hidup (Al Qur’an Surat Al An’am. : ayat152 dan Al Qur’an Surat Al Maidah : ayat 9). Prinsip keadilan tidak saja merupakan nilai yang sangat penting dalam etika kehidupan sosial dan bisnis, tetapi juga merupakan nilai yang secara intern melekat dalam fitrah manusia.
Hal ini berarti bahwa manusia itu memiliki kapasitas dan energi untuk berbuat adil dalam setiap aspek kehidupannya. Penerapan prinsip keadilan dalam perbankan syariah dapat dilihat pada prinsip bagi hasil yang diterapkan oleh perbankan syariah. Pembagian hasil usaha dinilai lebih adil dan menguntungkan bagi kedua belah pihak dari pada penggunaan sistem bunga bank, sehingga kelemahan system bunga bank yang kadang dirasa terlalu berat dalam membebani nasabah dapat dihindari. Bunga bank yang membebani pihak bank karena beban bunga dari tabungan nasabah juga dapat dihindari.
2. Ihsan (kebaikan)
Secara harifah ihsan berarti kebaikan. Beekun dalam Yaya dan Hameed (2004) mendefinisikan ihsan sebagai perilaku atau tindakan yang
baik dan bermanfaat bagi orang lain tanpa mengharapkan balasan. Dalam
makna yang luas ihsan mencakup tingkah laku yang baik, jujur, bersikap
simpati, bekerja sama, pendekatan yang berkemanusiaan dan ikhlas, mementingkan orang lain, menjaga hak orang lain, memberikan sesuatu
kepada orang lain walaupun melebihi yang sepatutnya diterima oleh orang
itu, dan berpuas hati dengan sesuatu walaupun nilainya kurang dari semestinya.
Menurut Ahmad (1995) dalam Yaya dan Hameed (2004) beberapa cara yang mendukung praktik ihsan,adalah kemurahan hati, motivasi melayani, dan konsekuensi dari Allah dan perintah-Nya yang diprioritasnya. Kemurahan hati merupakan dasar dari ihsan, tapi kemurahan hati ini mempunyai kualitas pujian yang lebih tinggi dan meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Sementara motivasi melayani biasa diartikan bahwa organisasi bisnis Islam harus mempertimbangkan kepentingan dan kebutuhan orang lain, memberikan bantuan kepada orang lain, merekomendasikan dan mendukung tujuan yang baik kepada orang lain.
Muhamad (2002) memberikan lima prinsip bisnis Islam yang membedakannya dengan bisnis non Islam (non syariah) sebagai berikut:
a. Larangan menerapkan bunga pada semua bentuk dan jenis transaksi.
b. Menjalankan aktivitas bisnis dan perdagangan berdasarkan pada kewajaran dan keuntungan yang halal.
c. Mengeluarkan zakat dari hasil kegiatannya.
d. Larangan menjalankan monopoli.
e. Bekerja sama dalam membangun masyarakat, melalui aktivitas bisnis dan perdagangan yang tidak dilarang oleh Islam.
f. Kendala Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia
Perbankan syariah di Indonesia mengalami perkembangan yang baik. Namun masih banyak kendala dalam pengembangan perbankan syariah di Indonesia menurut (Solahuddin, 2001) yaitu :
1. Kendala Fiqh :
Adanya perbedaan pandangan dikalangan ulama Indonesia mengenai bunga yaitu halal, syubhat, haram. Hal ini sangat menetukan respon masyarakat terhadap perbankan syariah. NU (Nahdhatul Ulama) yang berpendapat bahwa bunga bank adalah halal dengan pertimbangan yaitu :
a. Jumlah bunga yang dipungut dan diberikan oleh bank kepada nasabah relatif lebih kecil dibandingkan dengan riba pada zaman jahiliyah.
b. Pemungutan bunga bank tidak membuat nasabah dan bank itu sendiri merasa diuntungkan atau dirugikan.
c. Tujuan pengambilan kredit dari debitor pada zaman jahiliyah adalah bentuk konsumsi, sementara pada saat ini bertujuan untuk produksi.
d. Adanya kerelaan antara kedua belah pihak yang bertransaksi sebagaimana halnya kebolehan dalam jual beli dengan asas kerelaan.
Namun meskipun terdapat perbedaan pendapat, Lajnah Bassul
Masa”il memutuskan bahwa yang berhati-hati adalah pendapat pertama
yakni bunga bank haram. (Karem, 2003).
2. Rendahnya sosialisasi perbankan syariah
3. Problem hukum, tidak adanya UU yang memberi penjelasan mengenai cara operasional perbankan syariah di Indonesia antara tahun 1992-1998.
4. Kendala-kendala operasional yaitu :
a. Kurangnya SDM dan Keahlian
b. Terbatasnya jaringan kantor bank syariah
c. Kesulitan likuiditas
d. Terjadinya asimetri informasi (Karem, 2003)
5. Larangan riba tidak hanya pada umat Islam tapi juga menurut keyakinan Nasrani yang terdapat dalam Lukas 6 : 34-35 sebagai ayat yang mengecam praktek riba. (Muhammad, 2004)
Penelitian yang berhubungan dengan perbankan syariah di Indonesia sudah cukup banyak. (Wibisana dalam Mahmudah 2006) secara sederhana memberikan gambaran tentang perilaku dan persepsi masyarakat terhadap bank syariah. Penelitian tersebut menunjukkan adanya keberagaman persepsi masyarakat terhadap bank syariah, dari penelitian tersebut mengindikasikan bahwa masyarakat belum memahami keberadaan bank syariah.
Harahap dan Basri (2004) meneliti pengungkapan pelaporan keuangan perbankan syariah dan membandingkannya dengan perbankan konvensional, hasil yang didapatkan dari penelitian tersebut menyatakan bahwa entitas bisnis Islam mempunyai perhatian yang lebih kepada tujuan sosial daripada tujuan individual.
Penelitian lain yang sejenis juga telah dilakukan oleh Yaya dan Hameed (2004) yang meliputi tujuan dan karakteristik akuntansi Islam. Penelitian tersebut dilakukan kepada 87 akuntan pendidik di Yogyakarta. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah akuntan pendidik di Yogyakarta percaya bahwa akuntabilitas Islam merupakan tujuan yang layak bagi akuntansi Islam. Akuntansi Islam diyakini mampu menyediakan informasi yang detail daripada akuntansi konvensional. Penelitian ini juga menemukan bahwa responden memandang shareholder merupakan users terpenting mengenai informasi akuntansi Islam, hal tersebut berbeda dengan beberapa ahli ekonomi Islam, bahwa akuntansi Islam seharusnya berorientasi untuk stakeholder bukan stakeholder.
BAB II
SPESIFIKASI PERBANKAN SYARIAH
Pengguna Perbankan Syariah
Perbankan syariah merupakan cuurent issues dalam praktek ekonomi Indonesia, karena kemunculan perbankan syariah tergolong baru sejak peraturan baru yang dinyatakan dalam UU No 10 1998. Sektor perbankan memiliki posisi yang strategis sebagai lembaga intermediasi yang menunjang perekonomian nasional. Oleh karena itu perbankan syariah juga mempunyai andil dalam praktek perbankan di Indonesia (Dewantoro, 2004).
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, dapat diuraikan sebagai
berikut:
1. Pengguna informasi akuntansi utama dalam sistem perbankan syariah, meliputi:
a. Stakeholder
b. Deposan
c. Pengusaha, perusahaan atau agensi yang berhubungan dengan bank.
d. Dewan Pengawas Syariah (DPS).
e. Lembaga Pemerintahan, Bank Sentral, Menteri Keuangan, Badan Administrasi/Pengelola Zakat.
f. Masyarakat luas.
g. Pengamat non Muslim.
h. Peneliti.
i. Pegawai bank yang bersangkutan.
2. Informasi yang dibutuhkan oleh pengguna, meliputi:
a. Informasi yang dapat membantu dalam menilai pelaksanaan operasional bank dengan aturan tertulis dan jiwa syariah.
b. Informasi yang dapat membantu dalam menilai kemampuan bank dalam menjaga asset, mempertahankan likuiditas, dan meningkatkan laba.
c. Informasi tentang inisiatif bank atas tanggungjawabnya terhadap pekerjaan, pelanggan, masyarakat, dan lingkungan.
d. Informasi yang dapat membantu dalam pertanggungjawaban manajemen.
Bila dikaji lebih jauh, masyarakat Indonesia mempunyai kompleksitas komposisi masyarakat yang sangat tinggi, sehingga keberadaan perbankan syariah diharapkan tidak hanya mangakomodasi keberadaan masyarakat Islam saja, tetapi mencakup keberadaan masyarakat lain yang dinilai sejajar dalam posisi kehidupan. Dengan demikian keberadaan perbankan syariah di Indonesia harus dapat mengakses dan mengakomodasi seluruh masyarakat Indonesia.
Sejalan dengan pernyataan Ratnawati dalam Mahmudah (2006) dalam penelitiannya yang menyatakan bahwa pengelolaan lembaga keuangan dengan prinsip syariah Islam dapat diakses dan dikelola oleh seluruh masyarakat yang berminat, tidak hanya terbatas pada masyarakat Islam, maka keberadaan bank syariah diharapkan akan mengakomodasi seluruh masyarakat, yang dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Masyarakat muslim
2. Masyarakat non muslim
3. Pemerintah
4. Penerima zakat dan amil zakat
5. Pekerja/serikat kerja
6. Pelanggan/organisasi pelanggan
2.1.1 Akuntabilitas Perbankan Syariah
Akuntabilitas perbankan syariah sangat terkait dengan transparansi laporan keuangan. Dalam upaya membentuk bank syariah yang memiliki laporan keuangan dengan akuntabilitas tinggi, maka diperlukan suatu standar akuntansi yang obyektif, dapat diperbandingkan, transparan, dan sesuai dengan prinsip syariah. Menurut Idat (2002) faktor-faktor yang harus ada untuk mengoptimalkan akuntabilitas perbankan syariah sebagai berikut:
1. Aspek pemenuhan kebutuhan
a. Penerapan (adoption) standar akuntansi yang sesuai dengan bisnis bank syariah. Dengan menerpakan standar akuntansi seragam berpedoman kepada standar yang diakui secara internasional, maka akan menciptakan sistem pembukuan bank yang dapat mendukung perdagangan secara nasional dan global.
b. Pemenuhan (compllience) aspek syariah. Standar akuntansi bank harus sesuai dengan karakter produk dan jasa bank berdasarkan prinsip syariah yang telah diterima umum, yaitu sebagai entitas keuangan yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, sehingga tuntutan yang sangat mendasar terhadap kepatuhan syariah merupakan akuntabilitas yang penting.
2. Aspek sumber daya insani
Pengurus dan pegawai bank yang jujur (shidiq), dapat dipercaya (amanah), senantiasa menyiarkan kebaikan (tabligh), dan pandai (fathonah).
3. Aspek pengawasan dan pemeriksaan
a. Bank Indonesia sebagai otoritas pengawasan, melakukan pengawasan dan pemeriksaan (supervision and examination) terhadap bank syariah untuk memastikan bahwa bank tersebut telah melakukan kegiatan usaha yang sehat dan sesuai dengan standar kehati-hatian.
b. Pemeriksaan audit oleh lembaga eksternal auditor termasuk akuntan publik.
c. Disiplin pasar (market discipline). Masyarakat sebagai stakeholder lebih meningkatkan peranan sebagai pengguna bank syariah yang aktif dalam melakukan evaluasi penggunaan bank syariah, baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga muncul suatu mekanisme pengawasan publik yang berpengaruh besar dalam memacu kinerja bank syariah.
Yaya dan Hameed (2004) dalam penelitiannya berfokus pada dua
aspek karakteristik akuntabilitas Islam, yaitu:
(1) pengukuran keuangan,
(2) disclosure dan penyajian (presentation). Muhammad (2004) berpendapat bahwa realitas akuntansi syariah adalah akuntansi zakat. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Yaya dan Hameed (2004), yang menyatakan bahwa zakat adalah bagian penting dari penentuan alat pengukuran. Hal ini didasarkan pada konsep Islam dalam Al-Qur’an dan Hadist yang mengatur mengenai nisab dan haul (batas minimal harta dan waktu).
Tujuan pentingnya disclosure dan penyajian laporan keuangan adalah untuk memenuhi kewajiban sesuai syariah Islam. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka perusahaan diharapkan mengungkapkan :
• transaksi terlarang (haram) yang dilakukan
• kewajiban zakat yang seharusnya dilakukan,
• tanggungjawab sosial.
2.2 Pedoman Akuntansi Perbankan
Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia dalam Mahmudah (2006) menetapkan tujuan pelaporan keuangan bank Islam sebagai berikut:
1. Pengambilan keputusan investasi dan pembiayaan. Pihak-pihak yang berkepentingan adalah shahibul maal/ pemilik dana, kreditur, pembayaran zakat, infaq dan shodaqah, pemegang saham, otoritas pengawas, bank Indonesia, pemerintah, lembaga penjamin simpanan masyarakat, dan masyarakat.
2. Menilai prospek arus kas. Bagi investor/pemilik dana, arus kas digunakan untuk memprediksi harapan bagi hasil, sedangkan kreditur menggunakan arus kas untuk memprediksi kemampuan bank untuk membayar pinjaman.
3. Informasi atas sumber daya insani.
4. Informasi kepatuhan bank terhadap prinsip syariah.
5. Informasi untuk membantu pihak terkait dalam menentukan zakat bank atau pihak lainnya.
6. Informasi untuk membantu mengevaluasi pemenuhan bank terhadap tanggungjawab amanah dalam mengamankan dana.
7. Informasi mengenai pemenuhan fungsi sosial bank, termasuk pengelolaan dan penyaluran zakat.
Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari suatu proses akuntansi. Agar informasi keuangan yang disajikan bermanfaat bagi para pemakai, maka proses penyajiannya harus berdasarkan pada standar akuntansi yang berlaku.
Dalam perumusan standar akuntansi, diperlukan acuan teoritikal yang dapat diterima umum, sehingga standar akuntansi yang diterapkan dapat digunakan untuk mengevaluasi praktik akuntansi yang berlangsung. Acuan teoritikal ini disebut kerangka konseptual penyusunan lapporan keuangan.
2.2.1 Aktivitas Bisnis Perbankan Syariah
Bisnis merupakan bidang kegiatan yang dilakukan manusia untuk
memperoleh laba guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Karena dengan adanya laba, kegiatan bisnis dapat bertahan dan berkembang. Hal ini mendorong para pelaku bisnis untuk memaksimalkan perolehan laba.
Upaya memaksimalkan laba macam ini berpeluang memunculkan perilaku-perilaku bisnis yang tidak terpuji dan menimbulkan krisis moral yang dapat merugikan banyak pihak.
Bisnis secara syariah tidak hanya berkaitan dengan larangan bisnis yang berhubungan dengan, seperti masalah alkohol, pornografi, perjudian, dan aktivitas lain yang menurut pandangan Islam seperti tidak bermoral dan antisosial. Akan tetapi bisnis secara syariah ditujukan untuk memberikan sumbangan positif terhadap pencapaian tujuan sosio-ekonomi masyarakat yang lebih baik. Bisnis secara syariah dijalankan untuk menciptakan iklim bisnis yang baik dan lepas dari praktik kecurangan.
Bisnis secara syariah adalah bisnis yang syarat dan berorientasi pada nilai (Muhamad, 2002). Islam pada dasarnya merupakan kode etika dan moral dari perilaku manusia. Hal ini dianggap dengan hadits yang dinarasikan dari Abu Hurairah, yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad hanya mengirimkan untuk tujuan kesempurnaan moral manusia yang baik. Naqvi (1981) dalam Yaya dan Hameed (2004) menilai bahwa kode moral dan etika Islam pada perilaku akan mampu menembus kehidupan manusia. Keadilan (adala) dan kebaikan (ihsan) (Al Qur’an Surat Al Maidah : ayat 8) oleh Siddiqi dalam Yaya dan Hameed (2004), dianggap sebagai nilai moral utama dalam aktivitas ekonomi yang diturunkan dari Al-Q ur’an.
BAB III
PASAR PERBANKAN SYARIAH
3. 1 Analisis Pasar Perbankan Syariah
Seiring dengan makin bertambahnya jumlah bank syariah yang beroperasi di Indonesia, jumlah dana yang berhasil dihimpun perbankan syariah juga terus bertambah. Jika pada 1997 dana masyarakat bank syariah baru mencapai Rp 463 M maka pada Desember 2003 telah meningkat menjadi Rp 5,7 T. Pesatnya pertumbuhan dana masyarakat ini dipicu oleh beberapa faktor.
Di samping karena kinerja bank syariah yang mengesankan, sistem bagi hasil yang ditawarkan perbankan syariah lebih stabil terhadap gejolak ekonomi makro. Di tengah terus menurunnya suku bunga bank konvensional, margin bagi hasil memberikan keuntungan yang relatif lebih tinggi dibandingkan bunga yang ditawarkan bank konvensional. Hal ini terjadi karena sistem bagi hasil diberikan berdasarkan nisbah (perbandingan bagi hasil) keuntungan yang disepakati saat nasabah membuka rekening. Dalam periode 1997-2003, produk dana berupa deposito mudharabah merupakan pilihan terbesar dari seluruh dana masyarakat yang disimpan pada perbankan syariah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar